emzhet warehouse

warehouse of articles and theses

Selasa, 08 Juni 2010

EFEKTIVITAS TINGKAT EKONOMI ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MURID DI SEKOLAH DASAR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama tiga dasawarsa terakhir, dunia pendidikan Indonesia secara kuantitatif telah berkembang sangat cepat. Berdasarkan data Balitbang Depdikbud, 1999 pada tahun 1965 jumlah Sekolah Dasar (SD) sebanyak 53.233 dengan jumlah murid dan guru sebesar 11.577.943 dan 274.545 telah meningkat pesat menjadi 150.921 SD dan 25.667.578 murid serta 1.158.004 guru (http/www. Untag.net). Jadi dalam waktu sekitar 30 tahun jumlah SD naik sekitar 300%. Sudah barang tentu perkembangan pendidikan tersebut patut disyukuri. Namun sayangnya, perkembangan pendidikan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kualitas pendidikan yang sepadan.

Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi sejauh ini belum menampakkan hasilnya. Sesungguhnya kegagalan berbagai bentuk pembaharuan pendidikan di tanah air kita bukan semata-mata terletak pada bentuk pembaharuan pendidikannya sendiri yang bersifat erratic, tambal sulam, melainkan lebih mendasar lagi kegagalan tersebut dikarenakan ketergantungan penentu kebijakan pendidikan pada penjelasan paradigma peranan pendidikan dalam perubahan sosial yang sudah usang. Ketergantungan ini menyebabkan adanya harapan-harapan yang tidak realistis dan tidak tepat terhadap efikasi pendidikan.

Paradigma peran pendidikan dalam pembangunan yang bersifat kompleks dan interaktif, melahirkan paradigma pendidikan Sistemik-Organik dengan mendasarkan pada dokrin ekspansionisme dan teleologi. Ekspansionisme merupakan doktrin yang menekankan bahwa segala obyek, peristiwa dan pengalaman merupakan bagian-bagian yang tidak terpisahkan dari suatu keseluruhan yang utuh. Suatu bagian hanya akan memiliki makna kalau dilihat dan dikaitkan dengan keutuhan totalitas, sebab keutuhan bukan sekedar kumpulan dari bagian-bagian. Keutuhan satu dengan yang lain berinteraksi dalam sistem terbuka, karena jawaban suatu problem muncul dalam suatu kesempatan berikutnya.

Paradigma pendidikan Sistemik-Organik menekankan bahwa proses pendidikan formal sistem persekolahan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning) dari pada mengajar (teaching), 2) Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel; 3) Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri, dan, 4) Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.

Paradigma pendidikan Sistemik-Organik menuntut pendidikan bersifat double tracks. Artinya, pendidikan sebagai suatu proses tidak bisa dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakatnya. Dunia pendidikan senantiasa mengkaitkan proses pendidikan dengan masyarakatnya pada umumnya, dan dunia kerja pada khususnya. Keterkaitan ini memiliki arti bahwa prestasi peserta didik tidak hanya ditentukan oleh apa yang mereka lakukan di lingkungan sekolah, melainkan prestasi perserta didik juga ditentukan oleh apa yang mereka kerjakan di dunia kerja dan di masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain, pendidikan yang bersifat double tracks menekankan bahwa untuk mengembangkan pengetahuan umum dan spesifik harus melalui kombinasi yang strukturnya terpadu antara tempat kerja, pelatihan dan pendidikan formal sistem persekolahan.

Paradigma pendidikan tidak lagi meletakkan masyarakat dan keluarga sebagai unsur terpisah dalam sistem pendidikan, namun merupakan bagian yang integral yang juga menentukan kualitas luaran. Lembaga pendidikan (sekolah) dalam konteks ini tidak lagi dipandang sebagai lembaga pendidikan semata, tetapi juga merupakan institusi sosial, di dalamnya masyarakat merupakan unsur yang penting.

Apabila dirunut ke belakang, sejak Repelita II sampai dengan Repelita terakhir kebijakan pendidikan diarahkan pada empat tema kebijakan yaitu “(1) peningkatan pemerataan pendidikan, (2) peningkatan mutu pendidikan, (3) peningkatan relevansi pendidikan, dan (4) peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan” (Indriyanto, 2006: 1). Dalam pelaksanaannya tema kebijakan keempat selalu menjadi dasar pertimbangan dalam impelementasi ketiga kebijakan lainnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa sumber daya pendidikan selalu tersedia dalam jumlah terbatas, sehingga efisiensi harus menjadi pertimbangan. Namun demikian, efisiensi menuntut adanya ketersediaan sumber daya pendidikan yang minimum bagi dimungkinkannya pemanfaatan sumber daya pendidikan secara efisiensi. Ketersediaan sumber daya yang kurang dari minimum tidak dimungkinkan dilakukan pengelolaan pendidikan secara efisien.

Dengan adanya kebijakan pendidikan yang mengarah pada perluasan pelayanan pendidikan menuntut pemerintah untuk “(1) mengidentifikasi berbagai sumber daya pendidikan yang berada di masyarakat dan keluarga, (2) meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya, atau (3) keduanya dilakukan secara bersamaan” (Indriyanto, 2006: 1). Krisis ekonomi yang terjadi saat ini mempunyai dampak negatif terhadap kemampuan pemerintah dan orang tua dalam memberikan dukungan finansial kepada pendidikan anak. Salah satu indikator terjadinya dampak negatif dari krisis adalah meningkatnya putus sekolah. Menurut Indriyanto (2006:1) “ada kecenderungan meningkatnya putus sekolah pada jenjang pendidikan dasar sejak terjadinya krisis tahun 1997, walaupun peningkatan putus sekolah ini tidak terjadi secara konsisten”..

Kerangka pemikiran di yang dibangun di ata menunjukkan adanya hubungan antara status ekonomi terhadap presntasi belajar. Paling tidak terdapat dua argumentasi bagaimana faktor status sosial ekonomi orang tua berpengaruh terhadap prestasi akademik siswa. Pertama, orang tua dengan status sosial tinggi dan pendapatan tinggi akan memberikan nilai yang tinggi terhadap pendidikan anaknya. Kedua, oleh karena itu mereka akan berupaya untuk menyediakan berbagai kebutuhan belajar anak di rumah dan mencari sekolah yang terbaik untuk anaknya

Seginer (Indrianto, 2006: 1) yang melakukan studi tentang hubungan antara faktor status sosial ekonomi orang tua dengan prestasi akademik siswa menemukan bahwa hubungan kedua variabel tersebut positif dan signifikan (r= 0.38, p <>Metropolitan Abilities Test yang meliputi kemampuan membaca komprehensif dan aritmatika. Lebih lanjut, studi ini juga menyajikan temuan bahwa pendidikan ayah berkorelasi positif dengan kemampuan memabaca anak. Bersama dengan tingkat pendidikan ibu, variabel tingkat pendidikan ayah menjelaskan sekitar 27% variasi pada kemampuan membaca komprehensif anak. Studi ini juga melaporkan bahwa faktor status sosial ekonomi orang tua (pendapatan orang tua dan pekerjaan orang tua) bersama dengan tingkat pendidikan orang tua menjelaskan sekitar 28% variasi pada skor tes membaca komprehensif anak. Pola hubungan yang sama juga terjadi antara variabel-variabel tersebut dengan skor tes Aritmatika anak. Berdasarkan pada analisis korelasi ganda ditemukan bahwa pendidikan orang tua, pekerjaan ayah, dan pendapatan keluarga mempunyai korelasi positif dengan prestasi Aritmatika anak.

Lockheed (Indrianto, 2006: 4) yang melakukan studi tentang prestasi akademik anak di Thailand dan Malawi juga menemukan bahwa variabel tingkat pendidikan orang tua dan jenis pekerjaan orang tua mempunyai sumbangan terhadap prestasi akademik siswa. Hubungan positif antara status sosial ekonomi orang tua dengan prestasi akademik siswa dapat dijelaskan dalam hal investasi yang dilakukan oleh orang tua terhadap pendidikan anaknya. Orang tua dengan status sosial ekonomi tinggi akan mengalokasikan lebih banyak sumber daya yang dimilikinya bagi pendidikan anaknya. Dari sudut pandang ekonomi sumber daya tidak hanya termasuk uang atau sarana, tetapi juga termasuk waktu. Dalam konteks ini adalah out-of-school time. Orang tua dengan status sosial ekonomi yang tinggi cenderung mempunyai kesadaran tentang hal ini dibanding dengan mereka dari status sosial yang rendah.

Argumentasi di atas menunjukkan bahwa anak dari orang tua yang memiliki status ekonomi yang tinggi cenderung memiliki prestasi yang tinggi pula. Berdasarkan kerangka pemikiran ini, penulis tertarik untuk mengkaji efektivitas tingkat ekonomi orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar murid di sekolah dasar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah

1. Fakor-faktor apa saja yang mempengaruhi prestasi anak ?

2. Bagaiamana peranan tingkat ekonomi orang tua dalam pendidikan anak ?

3. Bagaimana efektifitas tingkat orang tua dalam meningkatkan prestasi anak ?

C. Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui fakor-faktor yang mempengaruhi prestasi anak

2. Untuk mengetahui peranan orang tua dalam pendidikan anak

3. Untuk mengetahui upaya orang tua dalam meningkatkan prestasi anak

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

a. Melalui hasil tulisan ini dapat menjadi bahan rujukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama berkaitan dengan prestasi belajar siswa.

b. Melalui hasil tulisan ini dapat memperkuat teori bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap pemberian tingkat pendapatan orang tua dengan perestasi belajar siswa

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi mengenai peranan orang tua dalam memberikan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

b. Memberikan masukan kepada guru pembimbingan dalam memberikan bantuan individu, bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memperoleh fasilitas dan tidak memperoleh fasiltas dari orang tuanya.

c. Sebagai bahan masukan kepada orang tua siswa bahwa peranan dan keterlibatan sangat berpengaruh terahdap prestasi belajar anaknya.


Download Selengkapnya...

0 komentar:

Posting Komentar